YUSRI ABDUL MAJID
1KA37
1KA37
18111748
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja[1].
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
contoh artikel masyarakat perkotaan
Membangun Budaya Hidup Bersih Harus Dimulai dari Atasan
Purbalingga – Kebiasaan melakukan stresing hanya pada saat akan ada penilaian, harus segera dirubah dengan membangun budaya bersih di kalangan masyarakat. Wakil Bupati Purbalingga Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto MM menuturkan, untuk membangun budaya bersih dibutuhkan tiga tahapan. Yakni membangun kesadaran dan pengertian bahwa kita perlu bersih. Tahap berikutnya, kata Wabup adalah membangun kebiasaan itu menjadi perilaku dan selanjutnya membangun perilaku menjadi sebuah kultur.
“Kita harus memulai dari para atasan. Artinya, semua pimpinan tanpa kecuali, harus menjadi role models (panutan), sehingga masyarakat akan bisa termotivasi untuk berbudaya hidup bersih,” katanya dalam sebuah forum koordinasi persiapan penilaian Adipura di Operation Room Graha Adiguna Purbalingga, Rabu (2/11).
Wabup mencontohkan, sewaktu dirinya bertugas di kota Padang tahun 80-an, budaya hidup bersih warga kota itu sudah tinggi. Kemudian perubahan besar juga terjadi di kota Palembang dari tahun 2002 ke 2006. Palembang yang pada waktu itu terkenal sebagai kota yang “Jorok” berubah total pada 2006 menjadi kota yang bersih. Ternyata kiat yang dijalankan Walikota saat itu, Edy Santana Putra adalah mengharuskan semua pimpinan agar memberi contoh hidup bersih. “Bahkan seorang Walikota, seperti Pak Edy mau mengambil permen karet yang tercecer di jalan tanpa rasa ragu dan membuangnya ke tempat sampah,” ungkap Wabup bercerita.
Karenanya, Wabup menghimbau semua pimpinan disemua tingkatkan mampu menjadi teladan bagi warganya. “Mari kita tanamkan kepada seluruh masyarakat untuk menyadari bahwa kebutuhan bersih dan hijau menjadi kebutuhan utama untuk membangun kota yang sehat,” pintanya.
Dia berkeyakinan, kalau semua pemimpin sudah bisa menjadi contoh, dengan proses yang tidak terlalu lama seluruh komponen masyarakat akan ikut berbudaya hidup bersih.
Diakui Wabup, saat ini pekerjaan yang paling susah adalah memberikan kesadaran kepada para pedagang yang rumahnya di pinggir jalan. “Terus terang ini yang paling susah. Tetapi pendekatannya harus kita pikirkan bersama agar mereka tidak sekedar mencari duit tapi juga kebersihan lingkungannya tetap bisa dijaga,” katanya.
Untuk menangani lingkungan pertokoan yang ada diwilayah perkotaan, Bupati Purbalingga bahkan sudah menugaskan Camat kota bersama Kantor Lingkungan Hidup, Bagian Pembangunan dan para Kepala Kelurahan. Mereka diminta terus mengedukasi para pemilik toko agar berpartisipasi mensukseskan Adipura.
Sumber: http://kotaperwira.com/membangun-budaya-hidup-bersih-harus-dimulai-dari-atasan#ixzz1cqC0EneD
daplun@KotaPerwira
[1] Rr. Tjahjani Busono, MS Barliana, dan Johar Maknun, Perubahan Sosial di Desa Asal Migran Tenaga Kerja Wanita, Hal. 2-3